Apa itu Digital Native?
Seiring perkembangan zaman, semakin banyak istilah baru yang muncul.
Misalnya, generasi X yang mendefinisikan orang yang lahir tahun 1965-1980, dan digital mindset yang berarti sikap seseorang untuk memaksimalkan teknologi digital.
Selain itu, ada juga istilah yang disebut dengan digital native. Dikutip dari buku The New Digital Natives, digital native adalah orang-orang yang lahir di era digital dan terekspos dengan informasi digital secara terus-menerus dari lahir.
Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Marc Prensky dalam artikel yang ditulisnya. Dalam artikel tersebut, Prensky menjelaskan mengapa saat ini guru-guru kesulitan dalam mengajar siswanya.
Ia berpendapat bahwa anak muda saat ini berkomunikasi dengan bahasa digital, sedangkan guru menggunakan aksen lama yang menandakan keengganan mengadposi teknologi baru.
Dari penelitiannya juga, Prensky menunjukkan bahwa orang-orang yang terpapar teknologi memiliki cara berpikir, belajar, dan memahami dunia yang berbeda dengan generasi sebelumnya.
Namun lebih lanjut, ia menjelaskan tidak semua anak yang lahir di era digital bisa dikatakan sebagai digital native. Ada beberapa kriteria seseorang dikatakan digital native.
Misalnya, anak-anak yang lahir dan besar di daerah yang kurang terpapar teknologi tidak bisa dikatakan digital native, karena mereka kurang mampu menggunakan teknologi dibandingkan anak seumuran di daerah lain.
Perbedaan Digital Native vs Digital Immigrant
Selain digital native, ada juga istilah yang disebut dengan digital immigrant.
Jika digital native adalah orang-orang yang terpapar teknologi dari usia dini, maka digital immigrant adalah orang-orang yang tidak terpapar teknologi sejak kecil namun berpengalaman dalam penggunaan teknologi.
Digital immigrant secara umum adalah generasi X yang menerima dan beradaptasi dengan penggunaan teknologi di kehidupan sehari-hari. Mereka tidak memiliki rasa takut atau ragu terhadap teknologi digital.
Jadi bisa dikatakan, digital immigrant adalah orang-orang yang berusaha belajar teknologi meskipun baru mengenal teknologi beberapa masa setelah ia lahir.
Strategi Marketing yang Tepat untuk Digital Native
Karena target market kebanyakan bisnis saat ini adalah orang-orang yang melek teknologi, maka company perlu menyesuaikan strategi marketing mereka.
Mereka bisa melakukan upgrade dengan cara memanfaatkan teknologi di setiap aspek (digital native business), mulai dari penyimpanan data menggunakan penyimpanan cloud, menggunakan sistem CRM untuk menganalisis data pelanggan, dan memanfaatkan AI seperti chatbot customer service.
Dikutip dari The Future of Commerce, berikut 4 strategi marketing yang bisa dicoba untuk menarik digital native:
- Membuat konten di sosial media dan manfaatkan channel tersebut untuk mempromosikan produk (social media marketing), misalnya jenis produk, manfaat, behind the scene pembuatan atau pengerjaan produk.
- Kumpulkan dan bagikan konten terkait produk yang dibuat oleh pengguna (user generated content). Misalnya, konten review atau pembelian produk.
- Lakukan live di media sosial. Fitur ini bisa dimanfaatkan meningkatkan engagement dan menjual produk kepada audiens media sosial.
- Bekerja sama dengan influencer dan content creator untuk meningkatkan brand awareness.
Contoh Digital Native
Siska disebut dengan digital native karena lahir di tahun 2000, di mana pada saat itu teknologi seperti komputer dan internet sudah mulai dikembangkan.
Seiring waktu, perkembangan teknologi semakin pesat hingga ditemukanlah smartphone, dan teknologi lain seperti m-banking, e-commerce, sistem pembelajaran online, dan semakin banyak game online.
Jadi timeline perkembangan Siska berbarengan dengan perkembangan teknologi. Sehingga ketika Siska remaja atau dewasa, ia tidak kaget melihat orang-orang bisa saling berkomunikasi tatap wajah melalui smartphone, atau membayar token listrik bisa dengan m-banking, dan bentuk digitalisasi lainnya.
FAQ (Frequently Asked Question)
Apa saja ciri-ciri digital native?
Dikutip dari UX Magazine, digital native ditandai dengan karakteristik berikut:
- Lahir dan besar disertai dengan perkembangan digital, seperti komputer dan internet.
- Tidak asing dengan layanan jejaring sosial, seperti Instagram, Facebook, YouTube, dan aplikasi lainnya seperti e-commerce dan m-banking.
- Bermain dan belajar menggunakan perangkat digital, seperti smartphone, laptop, atau tablet.
- Terbiasa multitasking, karena mereka sering membuka banyak layar dan menjalankan beberapa program secara bersamaan, dan mengalihkan perhatian dari satu layar ke layar lainnya.
Karena teknologi sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari, survei yang dilakukan UX Magazine menunjukkan bahwa:
- Digital native menghabiskan waktu rata-rata 3,5 jam menggunakan handphone mereka.
- 80% partisipan mengatakan tidak bisa bertahan satu hari tanpa internet.
- Rata-rata partisipan menghabiskan waktu 2 jam per hari menjelajahi internet, baik itu membaca berita, bermain sosial media, atau bermain game online.
Selain itu, kebiasaan multitasking yang mereka lakukan dapat berdampak buruk, seperti sulit berkonsentrasi dan sering melakukan kesalahan.