Apa itu Impulsive Buying?
Dalam psikologi, impulsif adalah kecenderungan bertindak tanpa berpikir secara rasional apa dampaknya. Meskipun tidak selalu menjadi ciri gangguan mental, perilaku ini dapat menyebabkan kerugian bagi penderitanya.
Misalnya, impulsive buying atau berbelanja secara impulsif. Impulsive buying adalah keinginan untuk berbelanja suatu produk secara tiba-tiba tanpa merencanakannya. Biasanya, dorongan berbelanja itu sangat kuat dan tidak ada keragu-raguan.
Banyak orang yang menjadi korban impulsive buying di menit-menit terakhir pembelian mereka.
Menurut survei, jumlah orang yang melakukan impulsive buying semakin meningkat setiap tahunnya, baik karena pengaruh sales, iklan, atau dorongan untuk merasa bahagia.
Meski terlihat merugikan, perilaku impulsif justru dimanfaatkan dalam strategi marketing agar customer membeli lebih banyak produk dan meningkatkan profit perusahaan.
Faktor-faktor Pemicu Impulsive Buying
Impulsive buying dipandu oleh emosi, karena itu orang-orang tidak bisa berpikir rasional selama pembelian impulsif.
Hal-hal yang memengaruhi emosi customer dapat membuat mereka melakukan impulsive buying. Misalnya, diskon besar-besaran dan penawaran menarik seperti Buy 1 Get 1, adalah penyebab paling kuat dari impulsive buying.
Penggunaan kartu kredit atau debit dibandingkan cash juga dapat memicu belanja secara impulsif.
Secara psikologi, berikut beberapa faktor yang mendasari seseorang melakukan impulsive buying:
#1 Kurangnya kontrol atau kendali terhadap diri sendiri
Mereka memiliki emosi yang fluktuatif dan kerap membuat keputusan dengan cepat untuk memuaskan keinginan mereka.
#2 Sangat sensitif terhadap stres dan emosi negatif
Orang-orang yang reaktif terhadap stres menganggap respons emosi mereka sebagai reaksi yang berlebihan, sehingga mereka melakukan berbagai cara salah satunya impulsive buying untuk menghilangkan perasaan tersebut.
#3 Peka terhadap rangsangan
Orang-orang yang peka terhadap rangsangan, seperti layout produk atau suasana toko, lebih cenderung melakukan impulsive buying.
Rangsangan tersebut menghasilkan pengalaman sensori yang membuat customer merasa enjoy, dan mendorong mereka untuk membeli lebih banyak barang untuk bisa berlama-lama di dalam toko.
Dalam e-commerce, layout website dan navigasi yang sederhana juga termasuk beberapa faktor yang memicu impulsive buying.
#4 Keyakinan dan sikap
Orang dengan keyakinan seperti more is better than less (lebih banyak lebih baik daripada kurang) dapat terjebak dalam impulsive buying.
Karena ini berarti, mereka lebih baik melebihkan stok belanja mereka dibandingkan yang dibutuhkan.
Indikator Impulsive Buying
Meskipun impulsive buying erat dengan berbelanja di luar rencana, tidak semua pembelian tak terencana termasuk impulsive buying.
Bisa saja customer lupa memasukkan produk ke daftar belanjaan, sehingga ketika melihat produk tersebut di toko ia ikut membelinya. Sehingga pembelian tersebut tidak disertai dengan keinginan mendesak, melainkan kebutuhan.
Dirangkum dari Question Pro dan Artifacts Journal, berikut indikator impulsive buying:
- Sering mengunjungi tempat yang sama yang menyebabkan impulsive buying
- Merasa terdorong untuk membeli suatu barang, meskipun produk tersebut tidak dibutuhkan
- Merasa bahagia atau puas setelah melakukan impulsive buying, tapi tak lama setelahnya merasa bersalah atau menyesal
- Sering mengembalikan barang yang tidak direncanakan ke rak toko karena menyesal
Contoh Impulsive Buying
Andin berniat untuk membeli bedak dan make up remover di toko kosmetik dekat rumahnya. Menurutnya, toko tersebut memiliki pilihan produk yang bervariasi, lebih murah, dan pelayanan yang baik.
Ternyata toko kosmetik tersebut mengadakan promo besar-besaran menjelang lebaran. Mengetahui hal tersebut, Andin tidak hanya membeli bedak dan make up remover, tapi juga produk lain seperti lipstick, serum wajah, eyeshadow, dan blush on.
Padahal keempat produk tersebut tidak masuk ke dalam list belanjaan Andin, dan ia juga masih memiliki produk tersebut di rumah.
FAQ (Frequently Asked Question)
Apa hubungan impulsive buying dan FOMO marketing?
Orang-orang yang melakukan impulsive buying dikuasai oleh emosi, dan salah satu emosi yang paling menguasai adalah rasa takut akan kehilangan momen (Fear of Missing Out) terutama jika berkaitan dengan penawaran produk.
Saat ada diskon atau penawaran menarik, orang-orang lebih memilih produk yang sedang diskon daripada yang dijual dengan harga normal.
Karena biasanya produk diskon terbatas, ada perasaan takut mereka akan kehabisan produk tersebut, dan akhirnya menciptakan rasa urgensi untuk melakukan pembelian walaupun sebenarnya produk tidak dibutuhkan.
Oleh sebab itu, buyer persona yang impulsif biasanya menjadi fokus strategi FOMO marketing.
Dirangkum dari Imaginaire, beberapa strateginya termasuk:
- Menawarkan gratis ongkir berbatas waktu
- Menawarkan diskon produk berbatas waktu (flash sale)
- Melakukan strategi upselling dan cross selling